Monday, March 8, 2010

Keamanan Nasional dan Ancamannya

Untuk mengelola kehidupan nasional dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam konteks kondisi kependudukan, geografi maupun kekayaan alam yang ada didalamnya, dihubungkan dengan semua aspek kehidupan yang ada (idiologi-politik-ekonomi-sosial budaya dan pertahanan negara) cukup rumit. Penduduk yang jumlahnya sekitar tiga ratus juta, yang menempati wilayah hampir sepuluh juta km2 (daratan dan lautan sampai batas ZEE), dan dikaruniai sumber kekayaan alam yang melimpah ruah, merupakan aspek-aspek alamiah sebagai sumber daya kehidupan yang memerlukan keterpaduan penanganan yang komprehensif bagi para pengelola negara. Kenyataan hasil yang dirasakan rakyat banyak dari tahun ke tahun, dari generasi ke generasi, dari periode ke periode pemerintahan, sejak memperoleh kemerdekaan hanyalah berupa penantian.

Nampak jelas dihadapan kita, bahwa selama masa penantian ini berbagai masalah kehidupan telah menimbulkan rasa tidak aman dan tenteram disebagian besar rakyat dan masyarakat kita, antara lain rasa tenteram yang ditimbulkan oleh masalah pemenuhan kebutuhan pokok terutama bila sudah menyangkut masalah pendidikan anak-anak, menyusul rasa aman terhadap keadaan keamanan lingkungannya yang saat ini ancaman kekerasan atau tindakan kriminal bisa timbul dengan mudahnya kapanpun dan dimana saja, dan yang terakhir dipusingkan dengan kinerja pemerintahan sehingga menimbulkan dampak penantian seperti disebutkan diatas.
Begitu keadaan rakyatnya begitu juga kondisi pemerintahannya, berbagai risiko dan ancaman timbul yang pada hakekatnya adalah sebagai hasil dari jalannya roda pemerintahan itu sendiri sampai dengan sejauh ini. Hasil yang ditimbulkan dari kemampuan pengelolaan (manajemen nasional) semua aspek kehidupan yang ada dan hasil yang diperolehnya, akan menghasilkan skala risiko dan ancaman terhadap ketenteraman dan keamanan selaras dengan sejauh mana kemampuan pemerintahan negara mengelola negaranya, dan mengelola bangsa serta masyarakatnya.

Secara ekonomi (produksi-konsumsi-distribusi/pertukaran), begawan ekonomi kita Soemitro Djojohadikusumo pernah memberikan suatu model trigonalistik manusia-kebutuhan-teknologi. Dikatakan bahwa ancaman terhadap kehidupan nasional akan timbul apabila kita tidak mampu menjaga proporsionalitas dan keseimbangan ketiga unsur dari model tersebut. Dalam kehidupan keorganisasian, apakah itu organisasi sekecil tukang cukur sampai dengan super-organization seperti suatu negara, ada model trigonalistik sebagai suatu paradigma pengelolaannya, yaitu otonomi-kooperasi-kontrol. Banyak lagi model yang lain yang secara umum merupakan suatu konsep, dalam hal ini, hasil akhirnya (outcome) diharapkan dapat mencegah timbulnya kondisi lingkungan didalam atau diluar keorganisasian tersebut yang bisa menimbulkan suatu ancaman dan atau mengurangi risiko yang tidak bisa dihindarkan bagi keorganisasian itu.

Keadaan lingkungan bisa timbul secara alamiah (karunia Yang Maha Kuasa) atau rekayasa (politik-ekonomi-sosial budaya-pertahanan negara), oleh karena itu demikian juga ancaman dan risikonya. Hanya kemungkinan kondisi alamiah pada era ini, selain manusia belum mampu mengatasinya, atau bagi negara berkembang karena rendahnya kemampuan teknologi, juga diperbesar oleh polah manusia itu sendiri. Kira-kira duapuluh tahun yang lalu kita tidak mampu menyelamatkan penumpang kapal yang dilanda badai padahal terjadi didepan mata kita (KM Tampomas), dan sekarang terjadi lagi (KM Senopati) bahkan korbannya lebih banyak. Artinya bahwa kita baik itu teknologi kapalnya maupun teknologi penyelamatan disaat-saat kejadian tidak jauh berubah selama dua puluh tahun terakhir ini. Belum lagi teknologi untuk menghadapi bencana alam yang lain termasuk proses hilangnya pesawat Adam Air (bahkan radar dari Singapura yang menangkap sinyal karena radar yang ada sedang rusak). Dengan kata lain kinerja pembangun kita belum menghasilkan suatu tingkat teknologi yang mampu mengatasi atau mengurangi ancaman alamiah sepadan dengan perkembangan dan kemajuan teknologi itu sendiri.

Belum lagi ancaman yang ditimbukan dari kehidupan politik, ekonomi dan sosial budaya, baik itu dalam kaitannya dengan dunia internasional maupun yang ada didalam negeri sendiri. Sedangkan ancaman militer dari negara lain, darimana asalnya istilah keamanan nasional digunakan, relatif sangat kecil, selama kita mampu berdiplomasi yang baik terutama dengan satu-satunya negara yang menjadi “polisi dunia”, Amerika Serikat.

Dari gambaran diatas nampak kepada kita bahwa ancaman yang menjadikan rasa tidak aman dan tidak tenteram secara nasional bisa timbul dari setiap aspek dan dimensi kehidupan bukan yang timbul dari aspek militer saja. Dan ancaman yang menyangkut masalah nasional pada dasarnya menyangkut masalah nilai-nilai kehidupan bangsa kita.

Didalam jargon keamanan nasional ada dua istilah yang perlu disepakati yaitu nilai-nilai dan kepentingan. Apabila Panglima TNI atau Kapolri berbicara keamanan nasional namun masih dalam lingkup pertahanan negara atau Kamtibmas, itu wajar namun masih dalam arti bahwa mereka sedang membicarakan kepentingan dalam aspek pertahanan negara dan atau Kamtibmas. Karena masalah itulah yang dibidangi TNI dan Polri, dan kepentingan dalam bidang masing-masing itulah yang menjadi sasaran program dan anggarannya dalam rangka menjamin terlaksananya tugas pokok TNI dan Polri. Demikian juga dengan departemen atau lembaga yang menangani aspek kehidupan lain, baik lembaga-lembaga eksekutif, legislatif maupun yudikatif. Namun apabila kepentingan bidang-bidang tertentu tersebut, dampaknya terkait dengan masalah nasional dan bisa merubah nilai-nilai kultural yang ada, merubah keyakinan terhadap sesuatu keyakinan tertentu dan berguna bagi kehidupan bangsa kita, apakah itu menyangkut etika, estetika, doktrin atau apapun yang menjadi pembawaan atau harga diri bangsa kita, maka kepentingan yang ada pada aspek tersebut menjadi masalah nasional, masalah kita semua. Bukan lagi menjadi masalah instansi yang langsung terkait dengan masalah itu. Contoh yang jelas adalah ancaman Narkoba. Narkoba bukan hanya menjadi masalah Polri, selain Polri, semua instansi bahkan semua warga masyarakat wajib ber”hankamrata” untuk menangggulangi Narkoba dallam membantu Polri yang menjadi barisan depan dalam mengatasinya. Sudah jelas penggunaan Narkoba yang berlebihan dan selain dari untuk kegunaan pengobatan atau kegunaan lain secara terkendali, akan sangat merugikan dilihat dari aspek manapun. Menguntungkan hanya bagi mereka yang tidak memikirkan masalah nilai kehidupan bangsa dan masyarakatnya, dan justru pelaku hal seperti inilah yang menjadi sasaran utama peperangan ini. Oleh karena itu Narkoba merupakan ancaman terhadap keamanan nasional karena bisa merubah nilai-nilai kehidupan nasional.

Jadi kita bisa melihat bahwa pemahaman keamanan nasional sangat diperlukan oleh semua pihak. Ia bisa menyangkut keselamatan bangsa dan negara yang ditimbulkan oleh setiap aspek kehidupan, ia bisa menyangkut pertahanan negara karena ada ancaman militer negara lain, ia bisa dalam bentuk Kamibmas apabila kriminalitas atau premanisme sudah meraja lela dan meliwati batas rasa aman masyarakat, dan ia bisa menyangkut bencana ata malapetaka bila dampaknya bisa merubah nilai-nilai kehidupan yang ada.

Keamanan nasional (national security) adalah tanggung jawab bersama, dan hal ini bisa terjamin apabila secara hirarki kita masing-masing menyadari dan memahami art penting dari keamanan regional, provinsial atau keamanan sektoral, keamanan bagian-bagian, keamanan kantor, keamanan fasilitas, keamanan lingkungan, keamanan industrial dan seterusnya. Dalam skala nasional perbedaannya adalah apakah itu menyangkut nilai-nilai kehidupan nasional atau menyangkut kepentingan nasional, dan pembedaan ini sangat relatif.

Nilai keamanan nasional dapat ditingkatkan (nilai ketidak amanan nasional kecil) pada dasarnya tergantung dari kinerja nasional dan pada umumnya tidak timbul seketika bahkan intanjibel. Mengelola negara yang begitu besar dengan masyarakatnya yang ramah dan manut, bangsa besar dan heterogen namun saat ini menjadi negara yang cenderung mengarah ke underdog, tidak mudah bukan urusan seratus hari atau satu periode kepemimpinan. Keamanan nasional akan lebih sulit terjamin apabila mengabaikan tiga faktor penting, yaitu pertama, bila tidak tercapai keseragaman pangkal tolak pemikiran; kedua, bila tidak tercapai adanya kesamaan bahasa; dan ketiga, bila tidak adanya metoda dan logika yang baku dalam pelaksanaan pengelolaan negara. Dan sebagai bagian akhir, kita mengetahui semua bahwa lembaga yang jelas dan tegas membidangi pertahanan negara (dalam kaitan dengan keamanan nasional) adalah TNI dan Polri untuk keamanan dan ketertiban masyarakat; untuk masalah keselamatan bangsa dan negara misalnya siapa yang membidangi bila terjadi (dan sudah terjadi) ancaman serbuan produk luar yang bisa merubah nilai-nilai kehidupan, atau penetrasi budaya luar yang telah merambah moral dan mental bangsa kita, atau ancaman sebagai risiko dari konstelasi dan konfigurasi geografi negara kita yang potensial bencana alam, masih tidak jelas. Basarnas pada dasarnya hanya keorganisasian operasional yaitu bertindak apabila bencana atau malapetaka telah terjadi, tidak mempunyai organisasi kelembagaan yang memprediksi atau memprogramkan secara nasional kemungkinan-kemungkinan dan tindakan pencegahan atau peringatan dini terhadap kemungkinan terjadinya bencana serta sarana penanggulangannya. Demikian juga dengan departemen sosial, yang memfokuskan pada tindakan setelah terjadi selain membidangi masalah sosial yang lebih umum dan luas. Mungkin semua ini adalah pekerjaan rumah pemerintah negara kita, dan apakah rancangan undang-undang yang sedang dibahas sudah menyangkut semua ini.

No comments:

Post a Comment